Pagi ini lagi ikutan nonton live streaming NBA Philadelphia 76ers vs Dallas Mavericks di Vidio.com. Tapi yang sedang menarik perhatian saya di pertandingannya adalah wasit. Biasanya berbaju abu-abu, lalu lalang di tepi lapangan basket. Di pertandingan basket umumnya ada 3 wasit: 1 referee dan 2 umpire, masing-masing punya tugasnya.
Nah ada kejadian ring basket miring di pertandingan ini, sehingga ada waktu jeda cukup panjang. Pemain bisa istirahat, lalu petugas dan wasit bertindak profesional. Langsung mengukur ring basket yang diduga miring dan diperbaiki. Bahkan akhirnya diganti. Ini contoh yang bagus, bisa jadi benchmark untuk pertandingan olahraga lainnya. Kelihatannya sepele tapi itu tidak sepele bagi ketiga wasit yang harus bekerjasama agar pertandingannya berjalan sesuai aturan Federasi Bola Basket Internasional.
Selama menunggu jeda nonton itu, yang terbersit di pikiran saya malah tentang tugas ‘wasit’ (umpire). Di semua pertandingan olahraga pasti ada wasit. Kalau tidak ada, tentu bisa ‘meletus’ menjadi kekacauan dan pertandingannya tidak kondusif kan.
Bila ada yang dipertanyakan dalam pertandingan, setiap tim tentu akan bersikeras bahwa keputusannya menguntungkan mereka atau batas aturan diregangkan untuk mendukung tim nya. Jadi kepentingan kedua tim untuk memberdayakan seseorang (yakni wasit) yang tidak memihak, agar bisa menertibkan dan menjaga permainan tetap berjalan sesuai tujuannya.
==
Karena menunggu jeda menyaksikan pertandingan ini, saya malah terbersit analogi ‘wasit’ ini:
Wasit (umpire) jadi salah satu yang dipanggil ketika ada ketidaksepakatan. Wasit tentu muncul hampir di setiap pertandingan. Tapi tidak di setiap situasi.
Misalnya bila kamu galau, kan gak ada wasit juga :). Di pertandingan olahraga iya, di situasi sehari-hari kan enggak. Lalu bagaimana menghadirkan ‘wasit’ itu? Miliki damai di dalam hati. Let peace be the umpire. Apapun situasinya, always make it your goal to follow the wisdom and peace of God.
Terkadang suatu tindakan yang kita lakukan terlihat masuk akal dan menarik. Tapi belum tentu lho. So before we make a move, let’s endeavor to find out what’s in your heart about the matter.
Learn to listen to the peace before decide on a course of action. Sebelum mengambil tindakan dan keputusan, ‘dengarkan’ arahanNya yang membawa damai sejahtera. The peace of God will act as an umpire. Bahkan ketika kita kadang melakukan kekeliruan/ kesalahan, ingatkan diri bahwa itu juga bagian dari pembelajaran. Tetaplah berpegang pada kedamaian di hati yang mengarah padaNya.
Damai sejatera perlu menjadi ‘wasit’ di hati kita, dalam keseharian kita.
When peace is there, go for it! But when it’s not, wait until peace comes.
Let peace be your umpire.
Tinggalkan Balasan