Bersama secangkir coklat panas, kami berbincang-bincang dan berbagi cerita. Tujuh tahun ternyata waktu yang tak terasa lama ya, sepertinya baru beberapa tahun kemarin kami kuliah bareng dan lulus dari almamater yang sama. Tapi tujuh tahun juga adalah waktu yang cukup menempa saya dan dia menjadi pribadi yang semakin bertumbuh dan berkarakter. Ini terasa saat kami ngobrol tentang banyak hal dan saya bersyukur selain ia terlihat semakin mature, teman saya ini juga tetap punya nilai-nilai positif yang ia bagikan lewat obrolan, sebagaimana dulu saat di masa kuliah.
Tentang pekerjaan, ia bercerita tantangan yang sedang dihadapinya saat ini. Pressure yang cukup tinggi dari atasannya. Teman saya ini adalah outstanding person, di usia muda dia dipercaya memimpin tim yang berhubungan dengan sektor bisnis di dunia perbankan. Ia telah melalui tantangan pekerjaan dimana ia bekerjasama dengan beberapa atasan yang berbeda selama 7 tahun terakhir dan bahkan ia bertanggungjawab atas beberapa daerah di indonesia untuk bidang kerja yang ia jalani. Tapi hari ini, saya lihat dibalik cerianya ia juga sedang resah dengan pekerjaannya. Ia mengalami satu titik jenuh yang setelah 7 tahun membuat dia kemudian ter’bangun’ untuk menemukan passion nya. Ia jenuh dengan sistem kerja yang menuntut dia menghabiskan begitu banyak waktu di kantor setiap hari, atasan yang dirasakan tak mampu memberi ‘role model’ dan ‘semangat kerja’ yang baik untuk lingkungannya, dan satu hal yaitu kemacetan di jalan yang membuat dia tiba di rumah hingga larut malam.
Ia kemudian menanyakan bagaimana kehidupan saya? Tanpa sadar, cerita awal yg saya bagikan ke dia adalah tentang dream project yang sedang saya kerjakan. Dan bagaimana sedikit banyak dream project itu juga terhubung dengan pekerjaan dan pengalaman kerja saya di waktu lalu. Ia berpendapat bahwa ia menginginkan seperti yang saya ceritakan yaitu living the dream and mengerjakan sesuatu yang sesuai passion. Saya yakin dia bisa dan mampu melakukannya, tinggal ‘ mau atau tidak’. Saya juga sampaikan ke dia bahwa dream project yang saya kerjakan belum selesai, masih proses. Tapi ia juga menyakinkan saya bahwa tidak perlu terburu-buru, jalani prosesnya.
Ia menyampaikan ide yang ia temukan satu hari sebelum pertemuan kami, yaitu dia menghadiri seminar yang bertema Crowdfunding. Lalu dia tergerak untuk mengerjakan sesuatu yaitu membuat produk kemasan bercita rasa indonesia yang bisa dia ekspor ke luar negeri. Ia sudah memiliki network di luar negeri dan akses untuk memasarkannya, tinggal menggali resources untuk mengembangkan produknya. Ia ragu apakah itu ide bagus untuk ia kerjakan. Saya mengatakan pada dia bahwa sebelum ide itu diwujudkan, tidak ada istilah ide yang bagus…tak seorang pun yang akan tau itu bagus atau tidak tanpa mewujdukannya.
Ia meminta masukan dan pendapat saya tentang langkah-langkah apa yang perlu ia mulai untuk bisa mengerjakan ide itu. Saya berdoa dan berharap semoga mimpinya itu menjadi kenyataan. Saya tau passion nya dari sejak kuliah adalah berdagang atau wirausaha. Dan mungkin..ya ‘mungkin’ dia perlu kembali ke passion yang sebenarnya ia kenali dalam dirinya dan pernah ia jalani di waktu sebelumnya.
Bicara mimpi (dream) dan passion menyenangkan tapi juga tak mudah untuk dikerjakan. Jalani saja. Paling tidak kita tidak akan menyesal suatu hari nanti karena belum pernah menjalankan apa yang kita yakini sebagai passion kita. Saya tidak mengatakan pada teman saya bahwa dia sebaiknya mengejar passion nya dan meninggalkan pekerjaannya, Tidak sama sekali! Bila passion bisa dikerjakan bersamaan dengan pekerjaan sehari-hari di kantor, why not? Tapi bila waktu pekerjaan di kantor memang betul-betul menyita banyak waktu sehingga sulit untuk membaginya dengan passion kita, tentu pilihan kembali ke diri kita sendiri.
Coklat hangat kayu manis yang menemani perbincangan kami hampir ludes, tapi obrolan kami masih mengalir dan seolah banyak cerita selama 7 tahun yang ingn kami bagikan. Ia juga bercerita tentang keluarga dan pasangan hidupnya. Saya turut senang mendengar cerita bahagianya. Dan yang cukup membuat saya tak berkedip beberapa saat adalah ketika dia seolah menasehati saya `jodoh itu pasti ada dan disediakan Tuhan, tapi yang kita belum tau kan waktunya ya. Gak harus dipaksakan sekarang atau 2 tahun lagi kok, kalau gak cocok buat apa…kan dia jadi teman hidup sepanjang umur. Kalau usia 40 misalnya baru menikah, why not..kalau memang kita baru bertemu yang cocok untuk jadi teman hidup di usia itu. Dulu gw gak pernah tanya atau khawatir jodoh gw, tapi tetap bawa dalam doa setiap hari. Nyatanya, dengan cara yang gak gw duga..Tuhan pertemukan gw dengan pasangan hidup gw sekarang. Jalani saja apa yang bisa kita kerjakan dan berdoa.Kalau sekarang elo dikasih kesempatan untuk mewujudkan impian lo, jalani saja. Kesempatan seperti ini gak akan datang 2 kali kan`.
Pembicaraan mulai makin serius ya hehe. Lalu dia mengulang kalimat saya di awal yang mengatakan `ternyata lambat gak selamanya buruk, kadang mengerjakan sesuatu dengan lambat kita ketemu sesuatu yang gak kita temuin ketika terburu-buru dan tergesa-gesa`. Ia merasa bahwa kalimat itu mengena dengan dirinya dan betapa ia juga tersadar, seperti yang gw rasakan beberapa tahun terakhir, bahwa terburu-buru seringkali tidak membawa kita kemana-mana. Ketika kita tenang, dan pada moment atau proses tertentu kita bergerak lambat…seringkali kita menemukan jawaban sederhana dari pertanyaan kita. Manusia seringkali membuat sedikit hal dan banyak hal kian rumit. Padahal mungkin apa yang dicarinya ada berjalan tak jauh di dekatnya atau hanya tinggal beberapa jejak. Tapi karena ke-aku-an dan keinginan untuk serba cepat, kita berputar putar dan membuat sesuatu makin rumit. Tuhan bekerja dalam segala hal untuk mendatangkan kebaikan. Jalani saja, syukuri selalu dan seperti secangkir cokelat hangat di genggaman tangan ini…biarlah kehadiran kita membawa kehangatan yang manis dan baik untuk orang-orang di sekeliling kita.
Tinggalkan Balasan